Cerpen "Tata Salon"

Di sebuah Mal, Sabtu sore…
“Hei…. Bedul!”
“Idiiih….ngagetin aja deh, sebel” ucap seorang cowok dengan nada feminim.
“Kamu Abdul khan…dulu aku biasa manggil kamu Bedul”
“Panggil aku Tata, aku sudah ganti nama tau…..apalagi Bedul, ih…amit-amit!” seru
Tata dengan gaya khasnya. Dia memandang cowok itu perlahan tapi pasti.
“Indra!! ya ampun pangling aku, bo!”
“Makin cakep aja kamu, Dra”
“Nah kamu makin cantik aja…pake ganti nama segala lagi”
Mereka berdua teman sekelas sewaktu SMA. Pertemuan mereka “curahkan” di restoran
tak jauh dari mereka bertemu. Indra melanjutkan kuliah, sedangkan Tata “si Bedul”
tidak melanjutkan pendidikannya, dia bekerja di salon di samping restoran.
“Kamu lagi ngapain di sini, Dra!”
“Lagi nungguin si Melly, pacarku…biasa, mau ngajak nonton” sambil tengok kiri-kanan
memastikan pacarnya sudah nongol apa belum.
“Aku janjiannya di sini, di depan restoran”. Saat itu Melly melintas di depan restoran.
Dia terlihat kebingungan. Sesekali melihat jam tangannya.
“Eh…tuch dia si Melly. Sorry yah Dul…eih…Tata, aku pergi dulu. Kapan-kapan kita
ketemu lagi, oke!”
“Dagh……” lambai Tata masih dengan gaya khasnya.
“Siapa itu, Dra!” tanya Melly. Dia merasa risih dengan sikap cowok itu yang feminim.
“Dia…Tata, temen sekolahku dulu, Mel”
“Kirain……” Melly menyangka Indra ada affair dengan cowok itu. Mereka akhirnya
menuju bioskop, nonton film kesukaan mereka.
Ketika pertemuan berlangsung kembali…
“Dra…aku pengen banget punya salon sendiri, udah bete aku di sini…” keluh Tata
curhat sama Indra, saat Indra gunting rambut di salonnya.
“Bete…di sini udah enak lagi, Ta!”
“Kamu lihat tuch…mahluk di sini semua mirip sama kamu….” canda Indra sambil
tertawa.
“Sebel dech, ih!” gerutu Tata sambil mencekik leher Indra pelan. Indra berusaha
melepas tangan Tata dari lehernya karena kegelian. Indra memberi saran pada Tata
untuk mengumpulkan uangnya agar impiannya membuka salon sendiri terwujud.
“Dikit-dikit khan jadi bukit, Ta!” seru Indra menyemangati Tata.
Seusai mencukur rambut, Indra mengajak Tata lunch di restoran sebelah salon. Mereka
memesan makanan kesukaan masing-masing.
“Aku pengen tanya sesuatu….tapi aku takut kamu tersinggung” ucap Indra mengawali
pembicaraan.
“tanya apa?!, nyantai aja lagi…”
“Dari dulu aku pengen nanyain ini…” ucap Indra ragu-ragu. Tata menatap Indra serius
sambil mengedipkan matanya, menunggu pertanyaan yang dilontarkan oleh Indra.
“Sejak kapah sich kamu jadi….feminim begini?” tanya Indra sambil menirukan gaya
khas Tata. Mendengar pertanyaan itu Tata tersenyum tipis. Sambil mengunyah
makanannya, Tata menjelaskan perihal sikap feminimnya. Tata memiliki saudara
kembar cewek. Mereka dilahirkan pada waktu yang sama. Tata satu-satunya anak
cowok di keluarganya, kakak-adiknya cewek semua. Sejak kecil dia suka sekali
memakai lipstik dan gaun milik kakaknya. Dia juga lebih menyukai boneka
dibandingkan dengan mainan anak cowok, seperti mobil-mobilan. Mungkin itu yang
menyebabkan perubahan sikapnya menjadi feminim. Mendengar cerita itu, Indra
sampai-sampai tersedak, tertawa menahan geli. Lalu Tata mengalihkan pembicaraan
mereka. Tata menceritakan tentang pacarnya.
“Hah…..yang benar aja, pacar kamu seorang…co..co-wok!” lagi-lagi Indra tertawa
terbahak-bahak. Indra terbayang apa jadinya bila Tata kencan dengan pacarnya.
“Iya, namanya Yogi…” ucap Tata santai tak menghiraukan ledekan Indra.
“Eh…si Melly mana?” tanya Tata lagi-lagi mengalihkan pembicaraan.
“Ya ampun!, aku janjian sama dia sekarang, di depan mal…”. Indra melihat jam
tangannya memastikan. Dia takut Melly marah kalo-kalo menunggu lama.
“Udah, nanti gue yang bayar!” ucap Tata. Bergegas Indra pergi meninggalkan Tata
untuk menemui Melly. Setengah jam Melly menunggu di depan Mal. Melly meminta
Indra menemaninya ke toko kaset. Dengan menghela napas menahan emosi karena
saking sebelnya menunggu, Melly melihat Indra berlari menghampirinya. Tanpa basabasi
Melly dengan wajah tertunduk sewot langsung melangkah pergi meninggalkan
Indra. Indra tahu kalau Melly marah padanya. Indra berusaha mendekati dan meredakan
emosinya.
“Sori Mel, tadi aku…” ucap Indra meminta maaf, tapi Melly tak menghiraukan, dan
masuk ke Mal itu.
“Hello cantik, apa khabar?!” sambut Tata ketika mereka melintasi salon.
“Oh iya, Mel!, kenalin temen gue…”.
“Tata…gue udah kenal!” seru Melly sewot dan melangkahkan kakinya, pergi
meninggalkan mereka berdua menuju ke toko kaset.
“Sori Ta, sikap pacar gue, dia lagi marah karena sebel nungguin lama tadi…atau
mungkin dia jealous ama elo kali?!” canda Indra.
“Iya kali yah….bisa jadi!” ucap Tata mengiyakan.
Melly menoleh ke belakang melihat Indra dan Tata tertawa. Dia merasakan ada sesuatu
di balik hubungan mereka, hubungan lebih dari sekedar teman. Melly berniat akan
menyelidikinya.
Di toko kaset, Indra berusaha membantu mencarikan kaset yang ingin dibeli Melly.
Indra menemukan kaset itu. Dengan begitu bisa memupus rasa sebel Melly padanya.
Setelah membeli kaset, Melly dan Indra berniat untuk nonton film. Pada saat memasuki
gedung bioskop, mereka bertemu Tata dan pacarnya, Yogi sedang duduk santai. Tata
memperkenalkan Yogi pada Indra dan Melly.
“Mau nonton filem apa, Dra?” tanya Tata. Melly masih terlihat risih melihat Tata.
Apalagi tahu pacar Tata seorang cowok. Indra mengetahuinya.
“Studio 2, Just Married!”
Mereka berempat membeli karcis. Tempat duduk mereka bersebelahan.
INDRA, MELLY, YOGI, TATA.
Seusai menonton, mereka berpisah. Melly teringat sesuatu. Dia ingin membeli sebuah
Novel yang dipesan temannya. Lalu Melly dengan menarik tangan Indra menuju toko
buku. Setelah menemukan Novel yang dicari, Melly dan Indra menuju kasir. Pada saat
membuka tasnya untuk membayar ke kasir, Melly terlihat sibuk merogoh tas mencari
dompetnya.
“Yah ampun, dompet aku hilang, Dra!”. Melly masih sibuk memastikan keberadaan
dompetnya.
“Masa sih, mungkin tertinggal di bangku Studio…”
“Engga, tadi ada kok…”. Mengetahui dompet Melly tidak ada, Indra membayar Novel
yang dibeli Melly. Indra berusaha meredakan kepanikan yang dialami Melly dengan
mencari dompetnya di Studio 2. Indra menanyakan hal itu kepada penunggu Studio dan
bersama-sama mencari. Usai mencari, hasilnya nihil. Melly menangis tersedu, Indra
berusaha menenangkannya. “Jangan-jangan…dia?” pikir Indra menduga tertuju pada
Yogi, pacar Tata, karena dia tahu Yogi duduk di sebelah Melly.
Suatu hari…
Melly tak larut dalam kesedihannya. Dia masih berniat menyelidiki hubungan Indra
dengan Tata. Di mal Melly memergoki Indra dan Tata sedang asyik ngobrol. Melly
mengikuti di belakang mereka. Dengan gaya khas, Tata memegang, mencolek, dan
kadang merangkul Indra dengan mesra. Bagi Indra itu sudah biasa dan ngerti akan sikap
Tata. Dia sudah mengenalnya sejak sekolah dulu, asal tidak berlebihan saja. Tapi bagi
Melly, membuat dia cemburu dan sebel. Sayup-sayup Melly mendengar apa yang
dibicarakan mereka. “Gue mau putus…”, “Gue ingin mengungkapkan sesuatu…”, “Gue
suka sama…” ucap Tata terdengar sayup di telinga Melly. Tanpa terucap sepatah
katapun Melly berusaha mendekati Indra, dan menarik tangannya meninggalkan Tata
yang keheranan melihat sikap Melly.
“Ngapain sich kamu sama si…si…bencong itu!” seru Melly penuh sewot.
“Kenapa kamu Mel…kok kamu sewot gitu sich!” ucap Indra menenangkan Melly. Indra
menoleh ke arah Tata yang masih berdiri menunggu, memastikan Tata tidak mendengar
ucapan Melly. Dia tidak ingin Tata mendengarnya.
“Aku sebel kamu deket sama dia…”
“Iya, tapi…”
“Gue mau putus…gue ingin mengungkapkan sesuatu…gue suka sama…jangan-jangan
dia suka sama kamu atau sebaliknya…”
“Pokoknya sekarang kamu tinggal pilih antara aku atau mahluk aneh itu!”. Setelah
mengucapkan itu Melly meninggalkan Indra dengan pilihan yang tak terduga oleh Indra
sebelumnya. Indra tidak mungkin begitu saja memutuskan hubungan dengan Melly
walaupun sifat pacarnya yang cemburu dan gampang emosi, dia sangat mencintainya.
Begitu juga dengan Tata, bagi dia Tata adalah teman yang baik, walaupun aneh. Dua
pilihan yang sulit untuk ditentukan bagi Indra. Di ujung sana, Tata mengetahui dan
mengerti apa yang diucapkan Melly.
Di kamar Yogi…
Tata menemui Yogi di kamarnya. Yogi sedang asik bersolek karena mereka akan pergi
ke pesta pernikahan temannya. Saat Yogi ingin ke kamar mandi tak jauh dari kamarnya,
Tata melihat-lihat sekeliling kamar, pandangannya terhenti ketika dia melihat sebuah
dompet di atas meja rias. “Dompet…” pikir Tata. Dia tahu bahwa Yogi tidak pernah
memiliki dompet ini. Biasanya kalau Yogi mempunyai sesuatu yang baru, dia akan
memperlihatkan padanya. Apalagi dompet ini dompet cewek?. Lalu dia mengambil
dompet itu, bermaksud melihat isinya. Ternyata!.
“Hah…ini dompet si Melly, jangan-jangan…?”. Tata terkejut melihat Kartu Identitas
Melly yang ada didalamnya dan menduga Yogi telah mencurinya.
Saat Yogi keluar dari kamar mandi dan menuju kamarnya, Tata langsung mencerca
habis-habisan. “Heh…dompet siapa ini!, punya si Melly khan!, elo nyolong ya!, udah
dech ngaku aja!”. Yogi tak menyadarinya, hanya terdiam tanpa kata. Saat itu juga Tata
memutuskan hubungan dengan Yogi dan pergi menuju rumah Melly. Hujanpun turun,
tapi tidak memupuskan keinginan Tata untuk mengembalikan dompet Melly, begitu
pula sikap Melly waktu itu.
Akhirnya Tata menemukan alamat dari keterangan yang tertera pada kartu identitas
Melly. Awalnya Melly tidak ingin menemui Tata, tapi melihat Tata basah kuyup dan
memohon ada sesuatu yang penting ingin disampaikan, Melly mempersilahkan masuk.
“Mel, ini dompet elo khan?”. Tata memperlihatkan dompet itu pada Melly.
“Iya, kok ada sama kamu…” tanya Melly heran.
“Sori Mel, Yogi yang mencurinya…gue baru tau tadi, barusan ke rumahnya”
“Coba cek ada yang hilang gak, Mel?”. Melly memeriksa isi dompetnya, ternyata uang
seratus ribu rupiah raib. Tata menggantikan uang itu. Tapi Melly menolak. Tetap Tata
bersikukuh mengganti uang itu dan menyerahkan ke Melly. Disaat inilah Tata meminta
maaf atas sikapnya yang telah membuat hubungan Melly dan Indra renggang. Begitu
pula dengan Melly, dia meminta maaf atas sikapnya waktu itu. Melly tahu bahwa
hubungan Tata dan Indra hanya sebatas teman seharusnya tidak perlu cemburu.
“Makasih ya, Ta!”. Tata akhirnya pamit pulang.
Ditengah perjalanan, Tata dihadang oleh Yogi.
“Apa-apaan lu…minggir, gue gak mo liat muka elo lagi!” seru Tata sewot.
Tanpa basa-basi Yogi mengeluarkan sebilah pisau dan menghujamkannya ke arah tubuh
Tata. Tata tak dapat mengelak serangan yang mendadak itu, dia mengerang kesakitan.
Tusukan berkali-kali dihujamkan ke tubuhnya membuat darah segar keluar dan tewas
seketika. Melihat Tata tak bernyawa, Yogi segera meninggalkan tempat itu. Seorang
saksi mata melihat kejadian itu. Saat itu Indra melintas tempat itu dan melihat
kerubungan massa. Dia lalu melihat apa yang terjadi. Dia terkejut apa yang dilihatnya,
Tata berlumuran darah tak bernyawa.
“Pak, dia Tata Temanku!”.
“Siapa yang melakukan ini, pak?!”. Seorang saksi mata tadi menunjuk arah si pelaku
pergi. Dengan segera massa dan saksi mengejar pelaku. Setelah tertangkap, massa
memukulinya beramai-ramai, tapi untunglah polisi yang kebetulan sedang patroli segera
datang ke tempat kejadian dan mengamankan si pelaku. Indra hanya tertegun sedih,
Tata telah pergi untuk selama-lamanya.
“Mel…Tata meninggal” dengan wajah lusuh dan sedih mengabarkan hal itu pada Melly.
“Meninggal…ah gak mungkin, engga lama barusan dia kemari”. Indra tertunduk diam.
Melihat sikap Indra, Melly percaya apa yang dikatakan Indra. Tak tertahankan, air
matanya menetes membasahi pipinya.
Di rumah duka…
“Nak Indra, ini buku diary Tata, sebelum dia meninggal dia selalu berpesan sama ibu,
kalo terjadi apa-apa sama dia, buku diary ini adalah curahan hati Tata selama ini, untuk
diserahkan ke nak Indra”. Ibu Tata menyerahkan buku diary itu pada Indra.
“GUE INGIN PUTUS SAMA SI YOGI ABISNYA SEBEL BANGET, KALO ENGGA
DIKASIH DUIT DIA MARAH, GUE KHAN PENGEN PUNYA SALON”.
SEBEL…SEBEL…SEBEL!!!
“GUE INGIN SEKALI MENJADI SEORANG COWOK SEJATI SEPERTI INDRA
DAN MEMPUNYAI SEORANG CEWEK YANG CANTIK SEPERTI MELLY”.
MUNGKINKAH???
“GUE SUKA SAMA SI ANTON, PELAYAN RESTORAN,
ABISNYA IMUT BANGET SICH”
GIMANA YACH CARANYA NGEDEKETIN DIA???
Membaca isi diary itu Andre tak dapat menahan tangis, karena selama ini dia
menanggapinya main-main. Begitu pula dengan Melly, dia merasa bersalah atas
kesalahpahaman waktu itu, tak kuasa pula menahan air mata.
Tiga tahun kemudian…
Indra dan Melly akhirnya menikah. Melly ingin membuka usaha salon di samping
rumahnya. “Salonnya kita kasih nama apa ya, Dra?”
“TATA SALON”
0 komentar:

Posting Komentar

My Profile :

My Profile :

Total Pengunjung :

Followers