Cerpen "Dibalik Senyummu"

“Hei!, kalo jalan jangan meleng dong!” seru Mira sewot karena bahu kanannya
tersenggol.
“Ups, Sorry!” ucap orang yang menyenggolnya. Sambil tersenyum melangkahkan
kakinya pergi menghiraukan Mira.
“Nyengir lagi, bukannya minta maaf…dasar bodoh!” ucap Mira ketus.
Mira baru pertama kali melihat orang itu. Dia terlihat agak tergesa-gesa. Orang itu
menanyakan sesuatu kepada salah seorang guru di depan ruang guru.
“Mungkin dia anak baru” bisiknya dalam hati.
Kegiatan belajar pun dimulai…
“Selamat pagi anak-anak!” sapa Pak Tatang.
“Pagi Pak Tatang!” sahut anak-anak serentak.
“Oh ya, sebelum pelajaran kita mulai, Bapak akan memperkenalkan pada kalian teman
baru pindahan dari Semarang, silahkan Nak….” Pak Tatang mempersilahkan anak itu
memperkenalkan dirinya.
“Selamat pagi teman-teman, nama saya Andre, saya dari Semarang…”
Andre terlihat gugup. Untuk menutupi rasa gugupnya, dia tersenyum. Ternyata
senyuman itu tak luput dari pandangan Mira. Tapi Mira masih terlihat sebel atas
kejadian tadi.
“Itu tadi cowok yang nyenggol gue..” ucapnya pelan.
Setelah Andre memperkenalkan diri, Pak Tatang mempersilahkannya duduk di bangku
depan, mengisi yang masih kosong. Andre duduk sendiri. Saat Pak Tatang menerangkan
pelajaran Matematika, biar tidak terlihat nervous dan bisa beradaptasi, Andre
memandang ke sekeliling ruangan kelas. Saat itu Andre memandang seorang cewek
tomboy (tapi cakep loch!) yang duduk di bangku tengah, dia tersenyum padanya.
“Ih, sebel…” pandang Mira sinis.
Satu setengah jam berlalu…
“Mira, coba kamu kerjakan latihan nomor satu…” panggil Pak Tatang.
“Iya, Pak…?!” sahut Mira ketus. Mira tidak menyukai pelajaran ini.
“Waduh, susah banget lagi…” bisiknya pelan. Mira melangkahkan kakinya menuju
papan tulis dan mengerjakan soal yang disuruh Pak Tatang. Tapi Mira terhenti di tengah
jalan.
“Kenapa Mira… kamu tidak bisa?” tanya Pak Tatang. Mira menghela napas,
menggelengkan kepala tanda tak bisa.
“Siapa di antara kalian yang dapat membantu Mira?” tanya Pak Tatang pada anak-anak.
“Saya Pak!” spontan Andre tunjuk tangan.
“Coba kamu Andre…Mira kamu tetap di situ, lihat Andre” segera Andre melangkah ke
depan mendekati Mira. Dengan cepat Andre dapat menyelesaikan soal itu.
“Coba kalian lihat, Andre dapat mengerjakan soalnya…dengan dua cara lagi. Bagus
Andre. Nah, untuk soal selanjutnya buat PR. Bapak harap kalian kerjakan dengan rumus
ini, karena soalnya tidak jauh berbeda dengan soal pertama. Jangan lupa dikumpulkan
minggu depan.” Mira dan Andre kembali ke bangkunya masing-masing.
Waktu Istirahat, di kantin sekolah…
“gape juga tuch cowok!” seru Santi teman sebangku Mira sambil menyantap siomay,
kesukaannya. Saat itu Andre sedang makan menyendiri di pojok kantin.
“Udah gape, cakep lagi” tambahnya.
“Huh…dia itu sok pahlawan” ketus Mira sinis.
“Dia tadi nolongin elo lagi, Mir. Daripada elo bengong di depan, di strap…tau sendiri
Pak Tatang galaknya minta ampun”.
“PR nanti gue mau ngerjain bareng sama dia ah…” sambil memandang Andre.
“Kalo gue mau ngerjain sendiri…gue juga bisa!”
“Yakin, elo bisa….” ledek Santi.
Mendengar itu Mira semakin sebel dan makanpun tidak berselera.
Bel pun berbunyi. Anak-anak masuk ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.
Sepulang sekolah…
Santi mengajak Andre pulang bareng. Mira merasa tidak senang. Santi memohon,
akhirnya Mira menuruti juga. Mira jaga jarak, hanya mendengarkan Santi dan Andre
ngobrol.
“Aku duluan!” Mira menyeberang jalan. Disaat itu sebuah mobil dari arah kanan melaju
dengan kencang. Andre melihat mobil itu. Dengan sigap, Andre berlari memegang bahu
Mira yang saat itu tidak sadar akan bahaya yang dialaminya. Santi berteriak histeris.
Namun Andre dapat menyelematkan Mira, menghindar dari bahaya tersebut. Mobil itu
hanya jalan terus, tanpa menghiraukan mereka.
“Mira, kamu gak apa-apa?” tanya Santi khawatir. Wajah Mira pucat dan jantungnya
berdetak kencang atas kejadian yang dialaminya. Santi berusaha menenangkannya.
Setegar apapun seseorang, akan ada kelemahannya. Itu tampak dari raut wajah Mira.
Andre memegang bahu Mira, lalu memandangnya. Tak sepatah katapun terucap dari
bibirnya. Secercah air bening menghiasi mata Andre dan tersenyum pada Mira.
Senyuman itu, senyuman yang dilihat sebelumnya. Tapi…Mira merasakan lain.
Senyuman dingin dirasa. Wajah Andre tertunduk sejenak. Tak sempat Mira
mengucapkan terima kasih, Andre pergi meninggalkan mereka berdua.

Dirumah Mira…
“Kakak melamun yach…” tegur Angga, adik kesayangannya. Mira mengenang kejadian
tadi. Mira memandang adiknya dan mengelus rambutnya dengan lembut. Adiknya
tersenyum padanya. Mira tersontak kaget melihat senyuman adiknya. Senyuman itu,
sama seperti ketika Andre tersenyum kala itu.
“Kak, lihat dech! senyuman Angga mirip dia khan…” ucap adiknya sambil menunjuk
gambar tokoh pada komik yang dipegangnya.
“Siapa dia? So-ji-ro Se-ta….”. Mira menyimak kata-kata yang diucapkan tokoh itu.
(Sebenarnya Mira tidak menyukai komik anak-anak apalagi kalo ceritanya cengeng, gak
sesuai dengan karakternya yang tomboy. Tidak percaya! tanya saja sama si Mira. Tapi
komik ini pengecualian… ).
Keesokan harinya…
Tidak seperti biasanya Mira datang ke sekolah lebih awal. Saat masuk pintu gerbang
sekolah, Mira melihat Andre berjalan menuju ruang kelas.
“Dre….Andre, tunggu!” panggil Mira lalu menghampiri Andre. Andre menghentikan
langkahnya. Mira tepat dihadapannya.
“Mmm……” Mira gugup untuk mengawali pembicaraan.
“Kamu gak apa-apa kemarin… maaf baru sekarang menanyakannya” ucap Andre
lembut.
“Makasih yach, udah nyelamatin gue kemaren”.
Sejak itu mereka terlihat akrab. Santi merasa senang melihat perubahan sikap Mira pada
Andre. Tugas Pak Tatang mereka kerjakan bersama-sama.
Seminggu berlalu…
“Sendirian aja, Mir? Santi mana?” tanya Andre.
“Iya…dia gak masuk, katanya dia minta izin untuk ikut pemilihan model”
“Oh iya…Dre, ada yang ingin gue tanyain sama elo, tapi entar aja pulang sekolah”
tambahnya.
“Oke Mir, aku tunggu…” ucap Andre setengah penasaran.
Kedekatan mereka mulai terusik oleh anak-anak usil di sekolah.
“Heh, Don!, gue perhatiin kayaknya cewek elo, si Mira lengket banget ama anak
kampungan itu” seru Jimmy.
“Walaupun elo belon jadian ama si Mira” tambahnya meledek.
Doni menganggap Mira adalah ceweknya, meskipun Mira pernah menolaknya mentahmentah.
Tapi Doni emosi dan merasa tersaingi kalau ada orang lain mendekati Mira.
“Iya…elo liatin tuch mereka, mesra banget kayak di filem” seru Bondan memanasi
sambil menunjuk ke arah Mira dan Andre sedang makan di kantin.
“Gue harus beri pelajaran ama tuch anak!” seru Doni marah sambil mengepalkan
tangannya.
“Gimana kalo abis pulang sekolah!” usul Jimmy.
Doni menyiapkan pemukul bisbol untuk membuat perhitungan.
Perjalanan sepulang sekolah…
“Oh iya, kamu tadi mau tanya tentang apa sama aku…”
“Mmm…gue, eh…aku mau tanya sesuatu”. Mira terlihat gugup, karena selama ini
ucapan Andre selalu sopan dan lembut padanya. Andre tersenyum.
“Nyantai saja lagi, Mir”
“Ucapan itu mencerminkan karakter seseorang”
“Meskipun kamu tomboy, gue atau aku, elo atau kamu bagiku hal itu tidak masalah”
“Alangkah baiknya kalo kamu terlihat feminim…lebih cantik!”.
Mendengar kata-kata yang diucapkan Andre, hati Mira bergetar. Selama ini dia merasa
sikapnya yang tomboy, kadang angkuh menutupi sikap feminim layaknya cewek
“murni”.
“Bagimu apa sich artinya sebuah senyuman itu?” tanya Mira serius.
“Senyuman…senyuman itu membuat aku bisa menghadapi kesedihan, duka, ketakutan
dan kesengsaraan hidup…”
“Persis!, senyuman Sojiro Seta…..” ucap Mira pelan.
“Apa?” tanya Andre tidak mengerti ucapan Mira barusan.
“Sojiro Seta…arti senyuman kamu mirip sekali dengan apa yang diucapkannya. Apalagi
saat kamu menolong aku waktu itu…senyuman kamu…”
“Sojiro Seta, siapa dia?”
“Salah satu tokoh komik anak-anak, Samurai X…”
Mira mengambil komik dari dalam tasnya dan menunjukkannya pada Andre. Andre
membacanya serius sekali. Mira menanyakan perihal “senyuman” Andre itu, ada
sesuatu yang disembunyikannya, sebuah duka yang lama terpendam.
Lalu Andre menceritakannya. Diusia lima tahun, dia dan kedua orangtuanya ingin
menyeberang jalan, tanpa sadar tiba-tiba ada sebuah mobil dari arah kanan melaju
kencang. Kecelakaan itu tak terelakkan lagi. Kedua orangtua Andre tewas seketika. Tapi
untunglah Andre selamat dari kejadian itu, meskipun sempat dirawat di rumah sakit.
Atas kejadian itu, kerabat keluarganya setiap saat selalu menyalahkan dia. Tak tahan
akan tuduhan itu, Andre kabur dari rumah. Pada akhirnya ada orang yang mau
mengangkat Andre menjadi anaknya.
Mengenang itu semua, tak tertahankan air matanya menetes. Mira merangkulnya agar
Andre bisa menumpahkan kesedihan di bahunya.
“Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi sama kamu, Mir…”
“Sudahlah Dre, itu sudah berlalu, tabahkan hatimu. Sekarang, aku ingin melihat kamu
tersenyum, tersenyumlah…”
Andre mengusap air matanya dan tersenyum kembali. Tak lagi tampak kesedihan di
wajahnya. Dia teringat pesan ibunya Tersenyumlah, karena senyuman bisa memberikan
kebahagian pada orang lain, meskipun kita dilanda duka.
Ketika mereka sedang bicara, sebuah mobil melaju kencang ke arah Mira dan Andre.
Mobil yang dikendarai Doni berhenti tepat di depan mereka. Doni dan teman-temannya
turun dari mobilnya. Tanpa basa-basi Doni memukul Andre. Andre berusaha menepis
pukulan yang Doni hujamkan padanya.
“Apa-apain sich, Don!” seru Mira berusaha melerai. Tapi Bondan menahannya, Mira
meronta-ronta, tak kuasa karena dekapan Bondan begitu kuat. Andre tak berdaya ketika
Jimmy membantu Dony memukulnya. Andre jatuh tersungkur. Darah segar keluar dari
hidung dan mulutnya. Melihat itu, Mira menangis dan meminta Doni agar tidak
memukulinya lagi. Tapi Doni dan teman-temannya tidak menghiraukannya.
“Ambil pemukul bisbol, Jim!” pinta Doni penuh emosi.
Andre berusaha untuk bangkit. Dengan sekuat tenaga, Doni memukulinya dengan
pemukul bisbol bertubi-tubi ke tubuhnya. Saat pemukul bisbol mengena di kepalanya,
Andre jatuh tersungkur tak berdaya. Mira akhirnya lepas dari dekapan Bondan, segera
mendekati dan merangkul Andre. Andre tersenyum padanya, sampai pada akhirnya
Andre menghembuskan napasnya yang terakhir.
“Andre…tidaaaaaaak!!!” jerit Mira histeris. Melihat Andre tak bernyawa, Doni dan
teman-temannya melarikan diri. Mira berusaha mencari bantuan pada orang yang kala
itu melintas. Polisi datang ke tempat kejadian dan Mira dimintai keterangan atas
kejadian tersebut. Dalam tempo satu jam polisi dapat membekuk Doni dan temantemannya,
pemukul bisbol berlumuran darah sebagai barang bukti.
Keesokan harinya…
Mira mengenang kembali kejadian itu. Senyuman Andre kala itu, senyuman yang
terakhir baginya. Dengan tertunduk lesu, Mira melangkahkan kaki menuju ruang
kelasnya. Tak terasa Mira membentur sesuatu.
“Hei!, kalo jalan jangan meleng dong!” seru seorang cowok yang tersenggol bahunya.
Mira memandang wajah cowok itu dan tersenyum ke arahnya.
“Nyengir lagi, bukannya minta maaf…dasar bodoh!” seru cowok itu penuh sewot.
Akankah kisah terulang kembali….
0 komentar:

Posting Komentar

My Profile :

My Profile :

Total Pengunjung :

Followers